27.2.13

Setujukah Anda Dengan Ujian Nasional?


Tidak. Karena Ujian Nasional terkesan bersifat absolut. Kelulusan hasil belajar selama tiga (enam) tahun ditentukan oleh satu kali ujian, dan fokus pembelajaran bukan lagi suatu perubahan tingkah laku tetapi lulus Ujian Nasional.

Karena citra atau momok ujian nasional yang menyeramkan dan tegang, selalu saja ada yang belum siap untuk menghadapi ujian nasional secara fisik maupun mental. Menjadikan hasil ujian nasional tidak selalu hasil maksimal dari setiap peserta. Sehingga dinilai ujian nasional belum dapat memberikan gambaran menyeluruh tentang mutu pendidikan di Indonesia.

Ada perubahan tujuan pembelajaran secara tersirat, yang seakan-akan menjadikan ujian nasional sebagai tujuan dari pembelajaran selama bertahun-tahun, menjadikan peserta didik terbuai dengan keberhasilan semu berupa angka-angka hasil ujian nasional. Ini juga menimbulkan masalah, ilmu atau materi yang diberikan di kelas tidak berkembang, guru akan mengacu pada soal yang akan keluar pada ujian nasional. Padahal anak Indonesia dapat melakukan dan mengembangkan kemampuannya lebih dari sekadar bisa mengerjakan ujian nasional dan lulus.

Dengan adanya ujian nasional untuk anak-anak yang mempunyai masalah dalam daya tangkap yang kurang dari rata-rata, menimbulkan rasa pesimis karena menyadari akan kesulitan belajarnya. Guru pun akan fokus pada perkembangan anak terhadap kemampuannya mengerjakan soal-soal ujian nasional, sedangkan guru mempunyai kewajiban terhadap anak dengan daya tangkap rendah untuk membimbing sampai ia mengerti terhadap setiap materi.

Akan ada dua kerugian yang timbul terhadap anak tersebut, kurangnya penguasaan materi setiap pelajaran tetapi ia dapat mengerjakan soal ujian nasional. Atau akibat dari rasa pesimis yang menimbulkan untuk berbuat kecurangan. Dari kasus tersebut terlihat menimbulkan permasalahan baru akan adanya kecurangan, ini juga menjadi tanda ketidakberhasilan suatu pembelajaran: tidak adanya perubahan tingkah laku.

Bahwa diatas angka semu sebagai nilai ada penilaian yang lebih penting dari itu, yang menentukan suatu kualitas atau mutu pendidikan, yakni penanaman karakter yang baik sebagai hasil dari pembelajaran.

telah diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah evaluasi pembelajaran

Realita dan Hebatnya Profesi Guru

Ini sedikit hal yang sempat terlintas di pikiran saya saat di tengah-tengah perkuliahan hari ini, tepatnya di kelas mata kuliah Evaluasi Pembelajaran. Bahasan hari ini tentang Prosedur Pengembangan Evaluasi Pembelajaran, yang sedikit menyinggung salah satu instrumen dari evaluasi pembelajaran yakni soal. Ya, pembuatan soal. 

Dosen saya hari itu menjelaskan pengalamannya membuat dan menganalisis kualitas soal. Dari cerita beliau yang saya tangkap bahwa membuat soal yang berkualitas dengan kadar kesulitan sekian dengan perbandingan bla bla bla sekian itu bukan sebuah hal mudah. Atau mungkin sama sekali tidak mudah. Kemudian jika seseorang dapat melakukan sebuah hal yang tidak mudah, bukan kah berarti hebat? 

Ada beberapa kata-kata menarik yang keluar dari beberapa dosen saya, 
"Kurikulum itu emang keliatan gampang hanya seperti menempel mata-mata pelajaran" 
"Saya pernah mengisi pelatihan guru, ketika para guru diminta untuk membuat RPP dan saya periksa ternyata hanya berbeda cover, isinya copas (read. copy-paste) semua"
"Kalian akan belajar bagaimana menyusun Kurikulum, SK, KD dan RPP kalian akan tahu kalau itu nggak mudah"
"Membuat soal itu bukan seperti membuat pisang goreng, yang bisa cepat, jadi dan langsung bisa dimakan"
Saya bisa mendapatkan sedikit gambaran bahwa ketika kita harus melakukan semua itu, sangat tidak mudah. Kita tahu kurikulum, RPP, soal, penilaian raport itu dekat sekali dengan profesi guru, dan mungkin tidak hanya dekat tetapi menjadi komponen yang wajib dikerjakan oleh seorang guru.

Saat itu saya tahu bahwa menjadi guru bukan benar-benar hal yang mudah. Di luar kesiapan mental menghadapi siswa, di luar lelah untuk menjelaskan pelajaran, di luar masalah daya tangkap siswa bahkan jauh di luar permasalahan-permasalahan (pribadi) yang seorang guru miliki sebagai individu. Guru sudah menjadi profesi yang tidak mudah.

Bisa bayangkan guru itu sebenarnya tidak hanya sekadar mengajar, dia memiliki banyak tanggung jawab akan siswanya di balik berdirinya ia di kelas. Seharusnya

Guru harus menyusun indikator dan rencana pembelajaran, membuat soal, mengisi raport, dan banyak lagi. Belum lagi gurunya sudah berkeluarga, punya tanggung jawab mengurus anak, mengatur tagihan listrik, hutang, tetapi ia harus tetap tampil di depan siswanya sebagai sosok yang 'bisa mengatasi segalanya'.

Profesi guru merupakan profesi yang menciptakan profesi-profesi lainnya. Realitanya profesi guru tidak dianggap 'sehebat itu' atau bahkan terlihat 'nggak banget'. Sekarang ini profesi guru tidak lagi menjadi profesi ideal yang di cita-citakan anak sekolah. Kenapa? Realita.

Realitanya memang para guru tidak menjadikan profesinya 'sehebat itu'. Melihat quote kedua dari salah satu dosen saya sebelumnya, para guru terkesan menganggap mudah profesinya. Tidak membuat rencana pembelajaran, tidak  memperhatikan sejauh mana perkembangan siswanya -hanya sekedar 'yang penting saya sudah menyampaikan materi', membuat soal semalam sebeum ujian atau bahkan saat hari H ujian, dan lain-lain.

Saya pikir profesi guru semestinya tidak menjadi profesi sampingan, dianggap mudah, dapat dilakukan ketika waktu luang dan santai sesuai mood. Profesi guru haruslah menjadi profesi utama yang dijalankan dengan penuh tanggung jawab dan dedikasi.

Tidak berarti dengan kondisi profesi guru saat ini adalah alasan untuk tidak menghormati guru. Saya hanya berusaha menuangkan hasil pemikiran, bahwa hebatnya profesi guru itu runtuh dengan para pemegang profesinya sendiri. Saya yakin tidak semua guru seperti itu, tapi saya berdoa untuk tidak satu pun ada yang seperti itu di keesokan hari. Tidak juga saya.

Mau bagaimanapun ini hanya catatan hasil perkuliahan mahasiswa tingkat satu. Terima kasih 






26.2.13

The Cognitivism

The Cognitivists place their focus on the students and how they gain and organise their knowledge. Students do not merely receive information but actively create a pattern of what it means to them.

Dewey defined learning as 'learning to think' and the process of learning is not just doing something, such as task but reflecting and learning from this. The teacher is the key, because he says the teacher must plan for reflective thinking to take place. Education being firmly linked to social growth was one of Dewey's main claims.

Burner considers the learning process as the acquiring of new information, transforming that learning with regards to existing knowledge and then checking it against the new situation. So, knowledge is a process rather than a product. Models are constructed by the learner which explain the existing but can also predict what might be. Burner sees the teacher's role as one facilitating the student's own discovery -known as 'inquiry training'.

Ausubel sees the key to effective learning as the students relating their new learning to existing cognitive structures. He advocates the use of 'advance organisers' (that is, bridges between what the students know and what they need to know). Such an organiser is a short description of the new material before the lesson so that the students are prepared to accept the new materials.

Cognitive psychologist argue that we are not passive receptors of stimuli when we learn: the mind actively processes the information it receives and converts it into new forms and categories. So how do we apply cognitive theories in the classroom? The following suggestion may assist you;
  1. Call attention to, take advantage of, the structure of the subject. Stress relationships in wahat you present. Use advantage organisers where appropriate and urge students to seek patterns of their own.
  2. Take advantage of students wanting to find answers to problems that have personal significance to them, so relating the learning to their own personal situations.
  3. Arrange the learning so that students discover things for themselves.
  4. Structure discussion by posing specific question.

adaptation of the article given by my lecturer in 'learning theories' class


19.2.13

Konsep Dasar Mengajar


Mengajar Sebagai Proses Menyampaikan Materi Pelajaran

Definisi mengajar (teaching) mengalami perkembangan. Secara deskriptif mengajar diartikan sebagai proses penyebaran informasi atau pengetahuan dari guru pada siswa.

Sebagai proses menyampaikan atau menanamkan ilmu pengetahuan, maka mengajar mempunyai beberapa karakteristik, yaitu :

 Proses pengajaran berorientasi pada guru (teacher centered)
Guru memegang peran penting dalam kegiatan pembelajaran. Sehubungan dengan proses pembelajaran yang berpusat pada guru, maka ada 3 peran utama yang harus dilakukan guru. Yaitu guru sebagai perencana, penyampai informasi dan evaluator. Sebagai perencana, guru perlu menyiapkan berbagai hal yang diperlukan. Sebagai penyampai informasi, guru perlu menggunakan metode yang tepat untuk menyampaikan informasi. Sebagai evaluator, guru menentukan alat evaluasi keberhasilan pengajaran.


Siswa sebagai objek belajar
Sebagai objek belajar, kesempatan siswa untuk mengembangkan kemampuan sesuai dengan minat dan bakatnya, bahkan untuk belajar sesuai dengan gayanya sangat terbatas. Sebab, dalam proses pembelajaran segalanya diatur dan ditentukan oleh guru.

Kegiatan pengajaran terjadi pada tempat dan waktu tertentu
Proses pembelajaran berlangsung pada tempat dan waktu yang telah ditentukan, sehingga proses pembelajaran menjadi sangat formal. Cara mempelajari materi dengan bagian yang terpisah, seakan tidak ada kaitan antara materi satu dengan yang lainnya.

Tujuan utama pengajaran adalah penguasaan materi pelajaran
Keberhasilan suatu proses pengajaran diukur dari sejauh mana siswa dapat menguasai materi pelajaran yang disampaikan guru. Kadang-kadang siswa tak perlu memahami apa gunanya mempelajari bahan tersebut. Karena itu, maka alat evaluasi yang digunakan biasanya adalah tes hasil belajar tertulis yang dilaksanakan secara periodik.

Mengajar Sebagai Proses Mengatur Lingkungan

Pandangan ini menganggap mengajar sebagai proses mengatur lingkungan dengan harapan agar siswa belajar. Yang penting dalam mengajar pada pandangan ini adalah proses mengubah perilaku.

Terdapat beberapa karakteristik dari konsep mengajar sebagai proses mengatur lingkungan, yaitu :

Mengajar Berpusat Pada Siswa (student centered)
Siswa mempunyai kesempatan untuk belajar sesuai dengan gayanya sendiri. Guru tak lagi berperan hanya sebagai sumber belajar, akan tetapi sebagai orang yang membimbing dan memfasilitasi agar siswa mau dan mampu belajar. Inilah makna student centered. Siswa ditempatkan sebagai subjek yang belajar sesuai bakat, minat dan kemampuan yang dimilikinya

Siswa sebagai Subjek Belajar
Dalam konsep mengajar sebagai proses mengatur lingkungan, siswa dipandang sebagai organisme yang aktif, yang memiliki potensi untuk berkembang. Mereka adalah individu yang memiliki kemampuan dan potensi.

Proses Pembelajaran Berlangsung di Mana Saja
Sesuai karakteristik pembelajaran yang berorientasi pada siswa, maka proses pembelajaran bisa berlangsung dimana saja. Siswa dapat memanfaatkan berbagai tempat belajar sesuai kebutuhan dan sifat materi pelajaran

Pembelajaran Berorientasi Pada Pencapaian Tujuan
Tujuan pembelajaran adalah proses untuk mengubah tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Sejauh mana materi pelajaran yang dikuasai siswa dapat membentuk pola perilaku siswa itu sendiri.metode yang digunakan guru tidak hanya ceramah, tetapi menggunakan berbagai metode, seperti penugasan, kunjungan ke objek tertentu, dan sebagainya.

reposted from here

Characteristics Of Good Teaching

"The aim of teaching is simple: it is to make student learning possible...To teach is to make an assumption about what and how the student learns; therefore, to teach well implies learning about students' learning" (Ramsden, 1992)
One set of characteristics of good teaching, extracted from research studies and summarized from the individual lecturer's point of view (Ramsden, 2003) includes:
  • A desire to share your love of the subject with students
  • An ability to make the material being taught stimulating and interesting
  • A facility for engaging with students at their level of understanding
  • A capacity to explain the material plainly
  • A commitment to making it absolutely clear what has to be understood at what level and why
  • Showing concern and respect for students
  • A commitment to encouraging independence
  • An ability to improvise and adapt to new demands
  • Using teaching methods and academic tasks that require students to learn actively, responsibly and co-operatively
  • Using valid assessment methods
  • A focus on key concepts, and students misunderstandings of them, rather than covering the ground
  • Giving the highest quality feedback on student work
  • A desire to learn from students and other sources about the effects of teaching and how it can be improved.

"Tujuan pengajaran itu sederhana: bagaimana membuat siswa belajar sebisa mungkin.. Mengajar adalah untuk membuat asumsi tentang 'apa dan bagaimana siswa belajar', sehingga untuk mengajar dengan baik berarti belajar tentangbagaiman siswa belajar" (Ramsden, 1992)

Karakteristik dari pengajaran yang baik, diambil dari penelitian dan diringkas dari sudut pandang dosen individu  (Ramsden, 2003) meliputi:

  • Keinginan untuk membagi kecintaan anda terhadap subjek yang akan disampaikan kepada siswa
  • Kemampuan untuk membuat materi yang diajarkan agar merangsang dan menarik
  • Fasilitas untuk terlibat dengan siswa pada tingkat pemahaman
  • Menjelaskan materi dengan jelas sesuai dengan kapasitasnya
  • Membuatnya benar-benar jelas apa yang harus dipahami, pada tingkat apa dan mengapa
  • Menunjukkan perhatian dan rasa hormat bagi siswa
  • Mendorong kebebasan (mengemukakan pendapat) kepada siswa
  • Kemampuan untuk berimprovisasi dan beradaptasi dengan tuntutan baru
  • Menggunakan metode pengajaran dan tugas-tugas akademik yang menuntut siswa untuk belajar aktif, bertanggung jawab dan dengan kooperatif
  • Menggunakan metode penilaian yang berlaku (disahkan)
  • Fokus pada konsep-konsep yang penting, dan tingkat ketidak-pamahaman siswa
  • Memberikan umpan balik (reinforcement) yang paling baik atas pekerjaan siswa
  • Keinginan untuk belajar dari siswa dan sumber-sumber lain tentang hasil pmebelajaran dan berfikir bagaimana kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan.

    the original article is here